Kampung adat Bena
menjadi “monumen hidup” yang bisa kita temui sebagai bukti masih terjaganya
kekhasan tradisi dan budaya yang sudah ada sejak jaman leluhur mereka. Berjarak
kurang lebih 18 Km di sisi timur kota Bajawa, Kabupaten Ngada, kita bisa melihat
bagaimana masyarakat adat di Kampung adat Bena hidup dengan kesederhanaan dan
budaya yang orisinal, beserta warisan peradaban megalitikum yang kokoh berdiri
hingga saat ini.
Jejak
Masyarakat Penjaga Warisan Sang Leluhur

Sebagian besar
masyarakat di Kampung adat Bena hidup dan bekerja secara tradisional. Para
penduduk laki-laki sebagian besar memiliki mata pencaharian sebagai penggarap
ladang dan kebun yang ada di sekeliling wilayah kampung adat. Sedangkan para
wanita selain ada yang bekerja sebagai penggarap ladang, ada juga yang mengisi
waktu mereka dengan membuat kain tenun tradisional. Yang cukup menarik dari
kampung ini, meskipun masih diterapkan kehidupan berdasarkan nilai-nilai adat,
penduduk laki-laki diperbolehkan untuk keluar dari kampung dan mencari
pekerjaan di tempat lain. Maka dari itu penduduk laki-laki yang tinggal di
kampung Bena lebih sedikit dari penduduk wanita. Selain itu masyarakat adat di
Kampung adat Bena memiliki budaya matrilineal, yang menempatkan garis keturunan
dan waris berdasarkan darah sang Ibu. Jadi bisa dibilang wajar jika banyak
penduduk laki-laki di Kampung adat Bena mencari penghidupan di luar, karena
secara adat, hak waris dari leluhur hanya akan jatuh ke tangan perempuan dari
Kampung adat Bena.
Keunikan
dan Daya Tarik Kampung Adat Bena

Sampai di gerbang
Kampung adat Bena tak perlu waktu lama untuk menuju lokasi perkampungan, karena
letak pemukimannya sangat dekat dengan jalan raya dan lokasi parkir kendaraan.
Setiap wisatawan yang hendak masuk ke Kampung adat Bena dikenakan biaya sebesar
Rp.20.000. Hal yang cukup unik yaitu semua wisatawan yang masuk akan diberikan
semacam syal tradisional yang terbuat dari kain tenun khas Bena, namun syal ini
tidak bisa kita bawa pulang, karena harus dikembalikan ketika kita meninggalkan
lokasi perkampungan.
Memasuki sisi depan
Kampung adat Bena kita akan menemukan bangunan berupa susunan batu berundak
yang cukup tinggi. Di atas bangunan tersebut merupakan tanah lapang yang
digunakan sebagai tempat dilaksanakannya upacara adat masyarakat Kampung Bena.
Di beberapa sisi lapangan bisa kita temukan bangunan-bangunan kecil yang
menyerupai bale-bale yang berfungsi sebagai tempat penyimpanan bahan hasil
pertanian, selain itu di tengah-tengah lapangan ini terdapat bangunan tiang
yang cukup tinggi dengan beratapkan rumbia yang berfungsi sebagai tempat
mengikat hewan yang akan dijadikan persembahan dalam upacara dan ritual adat.
Beberapa bangunan batu besar yang sudah
ada sejak era megalitikum juga menjadi ciri khas kampung ini. Bangunan batu
besar yang berdiri menjulang ada di sisi timur lapangan, oleh leluhur
masyarakat Bena yang menganut Animisme batu besar ini digunakan sebagai alat
pemujaan kepada arwah nenek moyang sesuai kepercayaan mereka.
Sejenak pandangan kita
arahkan ke sekeliling kanan dan kiri kampung, kita bisa melihat rumah-rumah
tradisional yang berjajar tersusun rapi. Lokasi rumah disusun secara bertingkat
mengikuti topografi tanah yang ada di sana, di depan rumah ada jalan setapak
yang terbuat dari batu alam yang menambah nuansa alami perkampungan tradisional
ini. Rumah tradisional masyarakat Bena
berpentuk rumah panggung dengan tiang
penyangga yang tidak terlalu tinggi, terbuat dari kayu dengan beratapkan
rumbia. Beberapa orang yang ditemui di
Kampung adat Bena masih mengenakan kain tenun tradisional sebagai
pakaian mereka. Di beberapa rumah bisa kita lihat Ibu-ibu yang sedang membuat
kain tenun tradisional Bena, hasil tenunan mereka dipajang di depan rumah dan
bisa kita beli dengan harga berkisar Rp.150.000-Rp.350.000, tergantung besarnya
ukuran dan jenis serta motif kainnya.
Beranjak ke bagian atas
kampung adat Bena, tepat di ujung sisi selatan lokasi perkampungan sekaligus
titik tertinggi di lokasi ini terdapat bukit doa sebagai sarana ibadah
masyarakat Bena yang secara keseluruha menganut ajaran agama Katolik. Dari
lokasi ini jika cuaca cerah kita bisa melihat indahnya hamparan perbukitan di
sepanjang lembah gunung Inerie, namun bagi wisatawan yang akan berfoto ria di
lokasi ini harus berhati-hati, karena di lokasi ini tidak terdapat pagar pembatas antara ujung bukit
dengan jurang yang ada di bawahnya. Bagi wisatawan yang datang ke Bena,
bersantai di ujung Kampung adat Bena ini
biasanya dijadikan destinasi terakhir, sembari menikmati sejuknya udara
dan eksotisme pemandangan Kampung adat Bena dari ketinggian.

Berwisata bukan sekedar
menikmati keindahan destinasi yang kita kunjungi. Lebih dari itu, menelusuri eksotisme Kampung adat Bena sekaligus
menyelami kehidupan tradisional masyarakat setempat menjadi pengalaman yang tak
terlupakan. Banyak hal yang dapat kita pelajari disini, terutama kearifan
masyarakat adat Bena dalam menjaga dan melestarikan warisan leluhur mereka. Tradisi
dan budaya komunitas adat seperti yang bisa kita lihat di masyarakat adat Bena
merupakan kekayaan bangsa Indonesia yang tak ternilai harganya. Bagi Anda yang
memiliki keinginan untuk melihat contoh kehidupan otentik masyarakat adat yang
ada di negeri kita, Kampung adat Bena menjadi destinasi pilihan untuk
dikunjungi.